Thursday, April 22, 2010

Home » » Sebuah Kisah Cinta Sebenar

Sebuah Kisah Cinta Sebenar

 Sebuah Kisah Cinta Sebenar



Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohi Allah

melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,

burung2 gurun enggan mengepakkan sayapnya. Pagi itu, Rasulullah dengan suara

terbatas memberikan khutbah, Wahai ummatku, kita semua ada dalam kekuasaan

Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertaqwalah kepadaNya. Kuwariskan dua

 perkara pada kalian;

Al-Quran dan Sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan

kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk ke dalam

syurga bersama-sama ku.




Khutbah singkat diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh

minat menatap sahabatnya satu-persatu.Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca,

Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghelakan nafas panjang

dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.



Isyarat itu telah datang , saatnya sudah tiba. Rasullullah akan meninggalkan kita semua,

keluh hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya

di dunia.Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap

 Rasulullah yang dalam keadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.

Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik

yang berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup.

 Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang keringat

dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.



Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

Bolehkah saya masuk? tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,

Maafkanlah, ayahku sedang demam. Kata Fatimah yang membalikkan badan

dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah

 membuka mata dan bertanya kepada Fatimah,Siapakan itu wahai anakku? Tak tahulah ayahku,

orang sepertinya baru sekali ini melihatnya. Tutur Fatimah lembut. Lalu,

 Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

Ketahuilah,dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang

memisahkan pertemuan di dunia. Dialah Malakul Maut. Kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakkan tangis.



Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril

 tidak ikut sama menyertainya .. kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya

sudah bersiap sedia di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu

 dunia ini. Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah? Tanya Rasulullah dengan

suara yang amat lemah.Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruh

 mu.Semua syurga terbuka lebar menanti kedatangan mu..Kata Jibril. Tapi itu ternyata

 tidak membuatkan Rasulullah lega,matanya masih penuh kecemasan. Engkau tidak

senang mendengar khabar ini?tanya Jibril lagi. Khabarkan kepada ku bagaimana nasib

umatku kelak?Jangan khuwatir, wahai Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman

kepadaku: ' kuharamkan syurga bagi sesiapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,

 kata Jibril.



 Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang

.Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini. Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam,

Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkn muka.

Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?

Tanya Rasulullah pada Malaikat

pengantar wahyu itu.Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,

kata Jibril.



 Sebentar kemudian, terdengar Rasulullah mengerang, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

Ya Allah, dahsyat nian maut ini,

 timpakan saja semua seksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.

 Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak

 lagi.

 Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera

 mendekatkan telinganya. Uushiikum bis shalati, wa maa malakat

 aimanuku-

 Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.



 Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling

 berpelukkan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya dan Ali kembali

 mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

 Ummatii, ummatii, ummatii- Umatku, seorang manusia yang mulia yang

 memberi sinaran

 itu.



 Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?



 Allahumma sholi ala Muhammad wa baarik wa salim alaihin.. betapa

 cintanya Rasulullah kepada kita.



 Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim yang lain agar timbul

 kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan

 RasulNya mencintai kita. Kerana, sesungguhnya selain daripada itu

 hanya fana belaka.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Friend Update